RSS

Ku Tendang Bola Hingga Old Trafford

CERPEN


Ku Tendang Bola Hingga Old Trafford



Author          : blue is divided_^^red is united^^
Cast              : Nobric
                       Bejo
                       Untung
                       Slamet
Genre           : Adventure
Type             : Oneshoot

            Sore itu aku sedang bermain bola. Layaknya anak 15 tahun yang lain, aku suka sekali sama bola. Bejo, untung, dan slamet adalah sahabat baik ku. Kita berempat adalah andalan di tim bola kami. Bejo adalah sayap kiri, untung cukup lihai di sayap kanan, slamet sangat tangguh sebagai gelandang serang, serta nobric (aku) menempati striker yang haus gol. Aku adalah anak pertama dan satu-satunya di keluarga ku, aku sebenarnya berdarah Indonesia dan Serbia. Meskipun perawakanku semi Erupa, tapi temen-temen ku biasa terhadap ku. Itu yang aku suka dari Negara Indonesia, yang baru delapan tahun aku temoati.
            “Nobric… Nobric lihat siapa itu!!!” teriak ketiga teman ku seolah-olah sedang dalam kesenangan. Aku langsung menoleh ke samping, aku sangat shock melihat maestro persepakbolaan dunia. Siapa lagi kalau bukan Erick Cantona sedang berjalan di samping lapngan.
            “Glony-glony Manchester United adalah symbol dari club idola kami yaitu Manchester United yang bermarkas di Old Trafford. Salah satu impian kami adalah menuju Old Trafford.
            “Hai boys, Red Army atau Manchunian ya???” Erick menoleh sambil mengedipkan mata dengan pertanyaan itu tadi. Pastilah kami berteriak mengiyakan itu tadi, karena kami pendukung Manchester United di Bandung. Satu bulan lagi Erick akan membuka seleksi di sana, dan itu gelombang terakhir pengiriman persepakbola belia berbakat untuk dikirim menyusul 20 anak yang sudah di krim terlebih dahulu. Pda seleksi gelombang terakhir hanya dikirim lima anak saja.
            “Erick boleh aku minta alamat dan nomor Akademi Manchester united”dengan berani aku meminta itu. Akhirnya Erick memberikannya dan dia langsung berpamitan pergi. Aku senang sekali akan hari ini.
            “Nobrick … aku tahu apa yang ada dipikiranmu, Old Trafford kan?? Impian kita bukan??”, ujar si Bejo. Aku membalasnya dengan seyuman manis.
            “Old Trafford… Old Trafford..”, Slamet berteriak kegirangan. Tak lama dari itu  kami semua berteriak “Old Trafford” dengan sangat keras sambil lari menggiring bola menuju rumah masing-masing. Esoknya, tepatnya hari pertama liburan sekolah, seperti biasa aku bergegas pergi ke lapangan titik. Tak kusangka aku kala cepat dengan ketiga teman ku.
            “Hai kawan…. Mulai sekarang kita harus latihan keras, seleksi itu diambil lima pemain, Itu jumlah yang sedikit tapi tetaplah optimis kita berempat bakal melewatinya”,seperti aku meyemangati teman-teman ku. Seperti itulah kegiatan kita selama liburan. Menendang bola sekencang-kecangnya, mengumpan bola yang baik, mengontrol dengan tepat, semuanya kami usahakan agar kami berhasil. Pagi, siang, dan sore kami berlatif, tak peduli keringat bercucuran. Tak apa badan kita di terpa panas dan debu. Sudah 20 hari kami berlatih sekeras itu. Tak terasa sebentar lagi sekolah sudah masuk. Itu masalah buat kami. Mau giman lagi, seleksinya juga bersamaan dengan sekolah. Kami berempat berusaha menyakinkan orang tua masing-masing. Itu adlh ideku, karena lima hari lagi kami akan ke Bandung.
            Esoknya Hari terakhir liburan, kami sepakat kumpul di tempat biasa. “Bejo, bagaimana???” aku menanyainya. Mulai Bejo sampai Slamet, orang tua mereka sudah mengijinkan mereka. “Nobric, bagaiman dengan kamu??” Untung balik bertanya padaku. Aku menjelaskan pada mereka bahwa orang tua ku akan ke Serbia dan aku di paksa menunggu rumah sekaligus mengurusi segalnya. Tiba-tiba Slamet menggandeng tanganku dan dibawanya aku kerumahnya Slamet. “ Ada apa, Met??” aku bertanya kebingungan. “Aku dulu seperti kalian, berambisi ke Old Trafford. Setelah lolos seleksi kakiku pata. Sudah kucoba operasi dan akhirnya aku senang karena dengan cepat bisa jalan. Namun dokter memberikan suatu kabar buruk padaku bahwa aku tak bisa bermain bola. Setelah itu aku sadar bahwa mimpiku telah sirna. Pergilah kalian semua. Gemggam semuanya jangan menyerah sebelum meraihnya”., seorang laki-laki dewasa keluar dari kamar tiba-tiba berbicara seperti itu. Slamet menjelaskan semua padaku bahwa itu tadi kakak sepupunya dan dia yang akan menjaga rumahku selama aku dan teman-teman ku ke Bandung. Mendengar itu aku senang sekali dan tak lupa berterima kasih pada kakak sepupu Slamet.
            Akhirnya kami memutuskan untuk berangkat. Tak ku sangka di kereta jurusan Bandung aku menjumpai seorang anak seumuranku yang bertujuan sama denganku. Namanya Alexander, blasteran Inggiris asal Malang. Posturnya seperti aku hanya saja dia lebih kekar. Setelah kutanya ternyata dia seorang penjaga gawang. Setelah berjam-jam akhirnya sampai juga di Bandung. “Semoga beruntung ya kalian”. Ujar Alexander. Kami semua senyum dan tambah semangat akan itu. Langsung saja kami berpisah dan mencari penginapan kecil-kecilan. Perjalanan panjang membuat kami lelah,  seharian penuh kami istirahat dan tingal 2 hari lagi. Akhirnya di sisa waktu itu kami manfaatkan dengan latihan seadanya. Tak tanggung-tanggung kami mencoba latihan dengan bola yang sedikit berat guna menguatkan kaki kita. Tiba waktunya, tepatnya di hari Minggukami telah sampai di Akademi Manchester United. Segerahlah kami mendaftar. ‘Glory-glory Manchester United”. Terdengar suara Erick  seperti dibelakang kami semua. Ternyata Erick dibelakng kami dengan senyumannya. “ Erick tak sia-sia aku minta alamat tempat ini padamu dan aku serta teman-temanku akan membuktikannya”, dengan reflek aku berkata pada Erick. Tak berlama-lama akhirnya Erick pun pergi. Seleksinya hanya sehari saja. Dalam sehari itu dibagi 2 waktu. Semuanya wajib ikut di keduanya, yaitu pagi dan malam.
            Setelah lama memberi pengarahan, seorang yang mengenakan baju yang bernama AF atau panitia  seleksi itu memeberikan jersey untuk seleksi. Aku menggunakan baju dengan nomor punggung 9 dan itu adalah suatu kebanggaan. “Prit....,” kick off pun dimulai. Kebetulan aku dan teman-teman.ku tergabung pada tim yang sama. namun tak ku sangka penjaga gawang tim lawan adalah Alexandre. Kami bermain sangaan-tet baik, kerjasama temanku cukup apik sementara aku hanya menunggu bola di depan. Sesekali aku melihat Erick, dan dia terlihatb seperti senang pada kami. “Prit..Prit….”, peluit pertama selesai dibunyikan. Aku masih gagal menjebol gawang Alexandre, dia sangat tangguh. Saat pengarahan, aku kaget sekali saat Erick mengantiku dengan pemain lain. Walau sedih tapi aku sadar permainanku mengecewakan. Setelah babak kedua dimulai, 40 menitnya jebol juga gawang Alexandre oleh si Slamet. Aku jadi iri dengannya. “prit..prit..prit..”, tanda pertandingan berakhir di waktu seleksi pertama. Erick langsung saja mengumumkan tiga pemain pertama yang lolos seleksi. Setelah menanti-nanti akhirya aku, Slamet, dan Alexandre lah yang terpilih. Sekarang aku sadar tujuan Erick menggantiku, ternyata dia sudah memutuskan akan meluluskanku. Tinggal Bejo dan Untung, itu yang aku harapkan. Aku terus memoptivasi dia di seleksi selanjutnya.
            Siang berganti malam, seleksi kedua dimulai. Dengan mudah kedua temanku Bejo dan Untung mempermainkan lawan dengan skillnya. Tiba-tiba Erick menghentikan permainan. Dia marah sekali lantaran hanya Bejo dan Untung yang mampu bermain bagus, sementara lainnya cukup buruk. Dengan waktu tak kurang dari 15 menit Erick mengumumkan sisa Kuota penerimaan lolos seleksi. Sudah kuduga Bejo dan Untunglah  yang lolos. Akhirnya semua yang kami impikan terwujud, semua itu tak lepas dari usaha keras kami semua. Karena akan terjadi badai 4 hari lagi si sekitar Woles, Erick mengumumkan akan segera memberangkatkan kami dan Alexandre ke Old Trafford. Padahal kami belum memberi kabar bahagia ini pada keluarga. Namun kami berinisiatif untuk diam sampai kami bisa ke Inggris baru kami akan member kabar. Tak berlama-lama kita sudah di pesawat. Badanku sakit semua dan akhirnya aku pingsan di pesawat. Aku bermimpi bahwa aku selanjutnya akan membela Manchester United senior dan mimpiku ini cukup panjang. Sampai aku bangun di suasana berbeda, bukan lagi teman-temanku yang ku lihat saat pertama kali sadar. Namun ada tiga pemain senior Manchester United, yaitu Wayne Rooney, Javier Hernandez, dan Tom Cleverley. Seketika aku sadar dan bersalaman dengan mereka.
            Seketika itu aku langsung mengajak ketiga pemain itu dan sahabatku untuk ke Old Trafford. Namun hanya Rooney yang bisa menemaniku. Diantarnya kami menuju mobil elit milik Rooney yang harganya milyaran rupiah itu. Kurang lebih 30 menit akhirnya kami sampai di Theater of Dream atau Old Trafford. Sebuah stadion megah yang sejak kecil kami impi-impikan akhirnya sampai jumpa. Melihat itu kami langsung berlarian masuk stadion dan petama kalinya kami dapat menjebol gawang di Old Trafford. “Terimakasih Tuhan, Engkau telah mengabulkan cita-cita kami” dengan keras kami buinyikan itu bersama-sama. “Hai Bocah, sudah mandi belum”, terdengar suara orang Indonesia di Bench. Kami akhirnya menoleh ternyata ada orang tua kami masing-masing dan kakak sepupu slamet. Dengan senangnya kami semua berlali menuju mereka dan memeluknya dengan tangis bahagia.
            Ini adalah sebuah pengalamanku ketika aku remaja. Sejak saat itu aku mulai berlatih keras. Hingga pada usia 20 tahun aku dipilih menjadi tim senior dari junior sebeleumnya. Sementara Alexandre, Slamet, Untung dan Bejo gagal dalam seleksi selanjutnya dan mereka memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk focus pada studinya. Dan di usiaku yang sudah berkepala 4 ini serta kakiku yang patah, sekarang aku hanya bisa member motivasi pada anak-anak muda agar mereka dapat berkarya dalam bola.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar