Dalam pelajaran Bahasa Indonesia pasti kita akan bertemu dengan bab dimana siswa harus berakting dan menunjukkan penampilannya dalam berbahasa, yakni Drama. Dan ini salah satu contoh drama yang berhasil saya buat. Walaupun belum sempat ditampilkan bersama team di kelas, tapi setidaknya dapat membantu teman-teman untuk berinspirasi... Semangat!
Ketika
Takdir Membawamu
Babak
1
Cuaca dingin
menyelimuti kota New Yok yang saat ini sedang memasuki masa paling dingin,
hingga mencapai minus sepuluh derajat celcius. Jingga merapatkan syal yang
melilit lehernya. Sambil menatap lurus keluar jendela bandara, ia teringat
kecelakaan yang menimpanya beberapa waktu lalu. Setelah kecelakaan itu,
mendadak ada kabar dari Indonesia yang mengatakan bahwa keluarga sedang
menunggunya disana dan ia diminta untuk kembali ke kampung halamannya. Dia
benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya masih memiliki keluarga. Yang dia
tahu hanyalah nenek yang membesarkannya, menemani hari-harinya hingga ia tumbuh
dewasa dan mandiri seperti saat ini. Namun tak pernah sekalipun ia mengetahui
dimana keberadaan orang tuanya dan anggota keluarganya yang lain.
Nenek: “Jingga,” tiba-tiba nenek menyentuh pundak
Jingga dan membuatnya tersadar dari lamunan.
Jingga: “Iya, nek.” Jawabnya sambil tersenyum.
Nenek: “Sudah waktunya kamu masuk ke pesawat,
jadwal keberangkatan ke Indonesia sudah dipanggil.” Ucap nenek dengan mata yang
berkaca-kaca.
Jingga: “Nek, kenapa nenek tidak ikut Jingga saja
ke Indonesia? Lagi pula Jingga kan belum pernah kesana, kalau nanti Jingga
tersesat bagaimana?”
Nenek: “Jangan khawatirkan nenek, tidak apa-apa,
nenek akan baik-baik saja disini. Kamu tidak akan tersesat, sesampainya di
bandara nanti pasti akan ada yang menjemputmu. Dan untuk masalah kuliah, mereka
juga memindahkanmu di sebuah universitas terbaik disana”
Jingga dan nenek berpelukan. Dan akhirnya Jingga
pun berangkat meninggalkan nenek untuk menemui keluarga yang sesungguhnya di
Jakarta.
Babak
2
Di dalam bandara Soekarno-Hatta
Nella: “Kira-kira si Jingga itu bisa Bahasa
Indonesia nggak ya, Nay?”
Nayla: “Menurutku sih bisa, orang New York kan
pinter-pinter.” Jawab Nayla enteng
Nella: “Untung aja dia tinggalnya di New York,
coba kalau dia tinggal di Korea atau China, bahasanya saja kita nggak bisa,
apalagi sama tulisan hangul atau Kanji nya yang ribet itu bisa mati kutu di
Bandara deh.” Celoteh Nella menggebu-nggebu
Nayla: (Nayla menjitak kepala Nella) “Udah
deh nggak usah mikir atau membayangkan hal yang gak logis realitanya dia kan di
New York. Udah cepet tulis namanya di kertas ini.” Jawab Nayla sedikit kesal.
Nella: “Tulisannya bener kayak gini kan JINGGA?”
Nayla: “ Ya iyalah memang kenapa?” Tanya Nayla
bingung dengan kelakuan adik kembarnya
Nella: “Ya siapa aja ada tambahannya misalnya Jingga Wilson atau Jingga
Jessica.”
Nayla: “Dia kan masih berdarah Indonesia juga, ya
nggak mungkinlah namanya aneh-aneh begitu.”
Nayla segara mengangkat kertas yang sudah ditulis
oleh Nella. Setelah sekitar limabelas menit mereka menunggu, tiba-tiba seorang
gadis berkulit putih dengan perawakan kurus tinggi mendekat dan menyapa mereka.
Jingga: “Selamat siang. Yang ada di kertas itu
adalah namaku, apa kalian yang menjemputku disini? Tanya Jingga sambil menunjuk
kertas yang tadi diangkat oleh Nayla.
Nayla: “Oh benarkah? Apa anda dari New York dan
disana hanya tinggal bersama nenek Lee?
Jingga: “Iya benar, ternyata kalian juga tahu
nenekku ya?” Tanya Jingga dengan wajah lega. Karena ternyata mereka kenal
dengan Neneknya.
Nella: “Tentu saja, papa cerita banyak tentang dirimu
dan nenek Lee kepada kami. Tapi, kamu bisa Bahasa Indonesia dengan lancar ya?”
Jingga: “Iya, sejak kecil nenek mengajariku bahasa
Indonesia bahkan setiap hari kami berkomunikasi dengan bahasa Indonesia,
makanya namaku pun juga menggunakan istilah Indonesia.” Jelas Jingga
Nayla dan Nella: “ Wah keren!!! Puji mereka
serempak
Jingga: “Oh iyha kalau aku boleh tahu kalian ini
siapa? Wajah kalian juga sama. Kalian kembar ya?
Nayla: “Kami sepupumu, ayahmu adalah paman kami.
dan mengenai kembar kamu benar . Aku Nayla dan ini adik kembarku Nella.” Nayla
menjelaskan
Merek saling berjabat tangan dan berpelukan.
Jingga mulai lega dan merasa bahagia karena ternyata saudaranya di Indonesia
sepertinya sangat baik. Setelah lebih dari satu jam mereka berada di Bandara,
akhirnya mereka bertiga pulang.
Di rumah besar keluarga
Nella: “Selamat datang di Istana kita”
Jingga: ”Wah, besar sekali rumah kalian”
Nayla: “Itu rumah kamu juga, kita akan tinggal berempat
disini.”
Jingga: “Berempat? Siapa saja kenapa hanya berempat?
Aku pikir rumah sebesar ini akan banyak penghuninya.”
Nella: “Iya, hanya berempat aku, Nayla, kamu sama
Thea. Oh iya, rumah ini adalah rumah besar keluarga, karena orang tua kita
sering keluar kota jadi mereka memtuskan untuk mengumpulkan kita disini. Selain
simple, kita juga bisa belajar mandiri dan tidak manja. Dan satu lagi Thea itu
adik kamu, dia anak paling bungsu di keluarga kita”
Jingga: “Oh begitu, tapi apa tadi? Thea adikku?
Jadi aku punya adik?”
Nayla: “Iya kamu punya dua adik sebenarnya, yaitu
Thea dan Senja, tapi kamu juga harus menyiapkan mental dalam menghadapi mereka.
Apalagi kalau sampai Senja pulang dari Paris dan tiba-tiba tinggal disini, wah
bencana banget itu”
Jingga: “Apa? Waahh, sepertinya aku perlu tahu dan
belajar banyak dari kalian. Hehehe”
Akhirnya
Nella dan Nayla menceritakan semuanya. Tentang Thea yang sangat manja karena
dia anak bungsu dan juga Senja yang ternyata adalah adik kembar Jingga. Selama
ini Senja tinggal di Paris untuk mengikuti pertukaran pelajar di kampusnya.
Nella dan Nayla juga menceritakan bahwa Senja mempunyai jantung koroner yang
sewaktu-waktu dapat kambuh bahkan meninggal. Dan mungkin itu merupakan jawaban
kenapa selama ini dia hanya tinggal bersama nenek Lee di New York.
Babak
3
Satu
tahun telah berlalu dan Jingga melewatinya dengan suka cita bersama ketiga
saudaranya. Namun, setelah ia menemukan pujaan hatinya yaitu Jacob, masalah
besar datang tanpa pernah diduganya. Senja kembali dan merusak segalanya.
Nella: “Kamu kenapa Jingga kok murung begitu? Lagi
galau ya?”
Jingga: “Gak apa-apa kok, Cuma lagi banyak tugas
kuliah”
Tiba-tiba Senja masuk ke dalam rumah sambil
berteriak-teriak
Senja: “Nayla…. Nayla!!!! Heh, mana Nayla? Tanya
Senja kepada Jingga dan Nella dengan meremehkan.
Thea: “Bisa tidak kalau gak pakai teriak? Rumah
ini sepi, jadi kalau kamu ngomong secara normal, semuanya juga bakal dengar.”
Senja: “Heh, kamu itu anak kecil diam aja deh.
Kamu itu sama saja kayak si Jingga. Hemb… tapi lebih mending kamu sih, daripada
dia yang suka merebut milik orang lain. Tidak cukup wajah yang direbut tapi
cinta juga. Waahh,,, hebat sangat hebat” celoteh Senja dengan nada menyindir.
Jingga hanya bisa menangis dalam hati mendengar
perkataan Senja. Selama ini keegoisan dan kesombongan Thea mungkin masih bisa
dia atasi, tapi entah dengan yang ini.
Nella: “Sabar ya. Pasti suatu saat dia bisa
berubah.”
Jingga: “Tapi sebenarnya bukan itu yang aku
pikirkan Nell.”
Nella: “Terus apa? Sama Jacob ya?”
Jingga: “Nell, aku gak mau egois. Tapi rasanya
sakit banget.” Air mata mulai terlihat di sudut mata Jingga
Nella: “ Sakit kenapa? Hidup itu pilihan Jingga,
dan kita harus memilih salah satu dari dua pilihan itu dan mengorbankan yang
lain.”
Jingga: “ Mungkin kata-kata Senja kemarin siang
itu benar. Aku sudah merebut semua darinya. Tapi aku bingung.”
Nella: “Ikuti kata hati kamu, walaupun akhirnya
harus ada yang tersakiti, tapi kamu telah berkorban. Hati itu berhak memilih
dan dipilih. Kalau memang hatimu lah yang telah dipilih Jacob, mau bagaimana
lagi. Ayoo ke kampus, bukannya kamu juga ada kelas? ”
Di Taman Kampus
Jacob: “Kamu kenapa Jingga, sakit ya? Wajah kamu
kok pucat gitu?” Tanya Jacob yang tiba-tiba muncul dan duduk di samping Jingga.
Jingga: “Masa sih? Hemb, mungkin karena telalu
lelah jadi kelihatan pucat.” Jawab Jingga sambil memaksakan seulas senyuman.
Jacob: “Beneran? Lebih baik periksa ke dokter deh,
siapa tahu kamu butuh istirahat lebih.”
Jingga: “Oh, gag perlu. Lagipula juga sudah biasa
kayak gini.”
Jingga bangkit dari tempat duduknya. Dan baru dua
langkah ia berjalan tiba-tiba “Bbbrrruuukkkkkk”
Jacob: “Jingga!!! Jingga….Jingga bangun Jingga!!!!
Jacob panik saat melihat Jingga yang tiba-tiba ambruk, dan dia segera
membawanya ke rumah sakit yang terletak tidak jauh dari kampusnya.
Dan di rumah sakit, secara tidak sengaja Jacob
juga bertemu dengan Nayla dan Nella yang berlari-lari sambil membopong Senja
yang tidak sadarkan diri. Dia begitu bingung ada apa dengan mereka berdua, atau
apakah karena mereka kembar, jadi jika salah satu dari mereka sakit pasti yang
lain ikut merasakannya? Hati Jacob benar-benar kacau.
Babak
4
Setelah kejadian beberapa hari itu….
Jingga: “Dok, bagaimana keadaan saya?”
Dokter: “Apakah kamu pernah mengalami kecelakaan
yang membuat tulang punggungmu terluka?”
Jingga: “Iya pernah Dok. Apa yang dikhawatirkan
oleh dokter yang menanganiku waktu itu benar-benar terjadi dok, tentang
penyakit itu?”
Dokter: “Menurut hasil tes iya, dan untuk itu kamu
harus beristirahat beberapa hari lagi disini.”
Penyakit itu datang
disaat yang tidak tepat. Jingga benar-benar tak menyangkanya, dan di koridor
rumah sakit….
Senja: “Lhoooh Jingga? Kok kamu ada disini? Oh,
kamu juga ikut-ikut aku sakit. Belum puas juga ya”
Jingga: “Terserah kamu mau bilang apa.” Ucap
Jingga sambil berlalu. Dia sudah sangat paham, jika Senja ada disini berarti
Jantungnya sedang kambuh.
Senja: “Tunggu… apa kamu punya waktu? Aku harap
punya, temui aku pukul tujuh tepat di atap rumah sakit ini.” (Dengan nada
angkuh)
Jingga hanya mengangguk, kali ini dia akan
menuruti semua yang ingin dilakukan Senja. Karena nantinya dialah yang akan
kalah dalam pertandingan itu.
Di atap rumah sakit…
Jingga: “Kamu mau ngomong apa?”
Senja: “Selama ini mungkin kamu melihat aku hanya
diam melihat kamu bisa bahagia bersama Jacob. Tapi sekarang kamu tidak akan
pernah melihatku diam, aku tidak akan pernah membiarkan kamu bahagia bersama
Jacob. Karena Jacob hanya akan bersamaku! (Senja tiba-tiba langsung membuka
pembicaraan dengan sedikit berteriak) seharusnya kamu itu pergi jauh dari sini!
Selamanya dan tidak usah mengganggu kami. Kaulah yang telah menghancurkan
hidupku!” Ucap Senja dengan sangat keras dan membuat Jingga merasa tidak bisa
menapak dengan benar di atas kedua kakinya.
Jingga: “ Baiklah. Aku memang akan pergi untuk
selamanya dan tidak akan mengganggu kalian lagi. Apa kamu puas?” ucap Jingga
berusaha lembut.
Mendengar ucapan
Jingga, Senja belum merasa puas dan rasa benci di hati Senja justru bertambah
dan memuncak. Dia mengambil kayu yang telah dia siapkan untuk memukul Jingga.
Saat itu Jingga sudah hampir pingsan karena pandangannya mulai kabur, tetapi
dia kaget begitu melihat apa yang akan dilakukan saudara kembarnya. Buru-buru
dia menghadang tangan Senja yang hendak memukulnya sekuat tenaga. Hingga
akhirnya Senja terdorong ke belakang dan memegangi dadanya yang tiba-tiba
terasa nyeri. Jingga merasa sepertinya kakinya benar-benar sudah tak menapak
tanah dan dia mulai memenangkan dirinya, hingga ia baru menyadari bahwa
saudaranya telah terkapar di lantai.
Jingga: “Senja… Senja bangun kamu gak apa-apa kan?”
jingga panik
Senja tak bisa berkata apapun, dia merasa sakit di
dadanyabegitu hebat hingga is tak sadarkan diri.
Jingga: “ayoo bangun, ayooo.” Jingga berusaha
membopong Senja dengan tenaganya yang masih tersisa.
Jingga menelusuri koridor rumah sakit dan berusaha
menemukan lift untuk menuju ke ruang UGD. Darah sepertinya mulai keluar dari
kedua hidungnya. Namun dia tak memperdulikannya, hingga mareka masuk ke dalam
lift. Jingga benar-benar sudah tak kuat, dia merebahkan Senja yang sudah
terkapar di sampingnya. Jingga mulai batuk dan mengeluarkan darah yang cukup
banyak dan parah hingga dia merasa lemas. Tiba di lantai bawah….
Jacob, Nella dan Nayla: “Jingga, Senja!!!! (mereka
terkejut melihat Jingga dan Senja terkapar tak berdaya di dalam lift). Mereka
segera memanggil suster dan membantu membawa mereka ke ruang UGD. Dan di dalam
ruang UGD Jingga tersadar dan mengatakan sesuatu kepada dokter.
Jingga: “Dokter, kalau nanti sudah waktunya,
tolong donorkan jantungku untuknya.”
Keadaan Jingga bertambah parah dari hari ke hari. Hingga
akhirnya dia mendonorkan Jantungnya kepada Senja. Jacob sangat terpukul dengan
kejadian itu, dia merasa mungkin sebentar lagi dia akan gila. Senja juga sangat
terkejut ketika mengetahui sipa pendonor jantung untuknya.
Senja: “Tidak, tidak mungkin jantung Jingga yang
ada di tubuhku.. Tidak! Senja terisak-isak
Thea: “Ini semua gara-gara kamu. Kamu telah
membunuh kakakku. Apa kamu tidak sadar, dia itu saudara kembar kamu, kakak kamu
juga. Tapi apa balasan kamu? Kamu memang bukan manusia kamu benar-benar jahat
Senja!”
Nayla: “Sudah-sudah, semua ini takdir. Jingga
meninggal bukan salah siapapun. Kita yang masih hidup harus mendoakannya. Dan
kamu Senja seharusnya kamu berterima kasih kepada Jingga dan menyadari
semuanya. Seharusnya setelah kejadian ini kamu bisa merubah kelakuanmu.”
Sejak saat itu Senja mulai menyadari semuanya dan
memperbaiki sikapnya. Dia juga membantu Jacob yang setelah kematian Jingga
menjadi sedikit terganggu jiwanya dan memerlukan perawatan intensif.
The
End